Kamis, 11 September 2025 / 18 Rabiul Awal 1447 H
Mansur Hasyimi Khorasani
 Pelajaran baru: Pelajaran dari Yang Mulia tentang fakta bahwa bumi tidak pernah kosong dari seorang laki-laki yang memiliki pengetahuan menyeluruh tentang agama, yang telah Allah tunjuk sebagai khalifah, imam, dan pembimbing di atasnya sesuai dengan perintah-Nya; Ayat-ayat Al Qur’an tentangnya; Ayat no. 16. Klik di sini untuk membaca. Surat baru: Sebuah Surat yang Sangat Bermanfaat dari Yang Terhormat yang Berisi Tiga Puluh Wasiat Akhlak. Klik di sini untuk membaca. Ucapan baru: Sebuah ucapan dari Yang Mulia tentang mereka yang saat ini tidak menghargainya dan mengejek seruannya kepada Mahdi. Klik di sini untuk membaca. Kunjungi beranda untuk membaca konten paling penting di situs web. Pertanyaan baru: Bagaimana pandangan Islam terhadap taqlid (mengikuti secara buta)? Klik di sini untuk membaca jawaban. Artikel baru: Artikel “Sebuah ulasan buku Kembali ke Islam karya Mansur Hasyimi Khorasani” ditulis oleh “Sayyed Mohammad Sadeq Javadian” telah terbit. Klik di sini untuk membaca. Kunjungi beranda untuk membaca konten paling penting di situs web.
loading
Pelajaran
 
Pelajaran dari Yang Mulia tentang fakta bahwa bumi tidak pernah kosong dari seorang laki-laki yang memiliki pengetahuan menyeluruh tentang agama, yang telah Allah tunjuk sesuai dengan perintah-Nya.
Hadis-Hadis Sahih dari Ahlul Bait Tentangnya

Hadis No. 27

Allah tidak disembah kecuali melalui seorang Imam yang hidup dan terlihat.

رَوَى عَلِيُّ بْنُ بَابَوَيْهِ [ت329ه‍] فِي «الْإِمَامَةِ وَالتَّبْصِرَةِ»[1]، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْحُسَيْنِ بْنِ أَبِي الْخَطَّابِ، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ مَحْبُوبٍ، عَنْ يَعْقُوبَ السَّرَّاجِ، قَالَ:

قُلْتُ لِأَبِي عَبْدِ اللَّهِ -يَعْنِي جَعْفَرَ بْنَ مُحَمَّدٍ الصَّادِقَ- عَلَيْهِ السَّلَامُ: تَبْقَى الْأَرْضُ بِلَا عَالِمٍ حَيٍّ ظَاهِرٍ يَفْزَعُ إِلَيْهِ النَّاسُ فِي حَلَالِهِمْ وَحَرَامِهِمْ؟ فَقَالَ لِي: «إِذًا لَا يُعْبَدُ اللَّهُ يَا أَبَا يُوسُفَ!»

Terjemahan:

Ali bin Babawayh [w. 329 H] meriwayatkan dalam kitab al-Imamah wa al-Tabshirah, dari Muhammad bin Yahya, dari Muhammad bin Husain bin Abi al-Khattab, dari Hasan bin Mahbub, dari Yaqub as-Sarraj yang berkata:

Aku berkata kepada Abu Abdullah, yaitu Ja’far bin Muhammad as-Shadiq (Alaihis Salam): “Apakah bumi dapat bertahan tanpa seorang ulama yang hidup dan terlihat, yang manusia dapat merujuk kepadanya dalam urusan halal dan haram?” Maka beliau menjawab: “Dalam keadaan seperti itu, Allah tidak akan disembah, wahai Abu Yusuf!”

Penguat No. 1

وَرَوَى مُحَمَّدُ بْنُ جَرِيرٍ الطَّبَرِيُّ [ت‌بعد411ه‍] فِي «دَلَائِلِ الْإِمَامَةِ»[2] -وَهُوَ غَيْرُ صَاحِبِ التَّارِيخِ- قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُفَضَّلِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الشَّيْبَانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سَعِيدٍ الْهَمْدَانِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ زَكَرِيَّا، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ مَحْبُوبٍ، عَنْ يَعْقُوبَ السَّرَّاجِ، قَالَ: قُلْتُ لِأَبِي عَبْدِ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلَامُ -فَذَكَرَ مِثْلَهُ.

Terjemahan:

Selain itu, Muhammad bin Jarir at-Tabari [w. setelah 411 H], yaitu orang yang berbeda dengan penulis Tarikh, meriwayatkan dalam kitab Dala’il al-Imamah, dia berkata: Abu al-Mufaddal Muhammad bin Abdullah asy-Syaibani telah meriwayatkan kepada kami, dia berkata: Abu al-Abbas Ahmad bin Muhammad bin Sa‘id al-Hamdani meriwayatkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Zakariya meriwayatkan kepada kami, dari Hasan bin Mahbub, dari Ya’qub as-Sarraj yang berkata: “Aku berkata kepada Abu Abdullah (Ja’far bin Muhammad as-Shadiq) (Alaihis Salam)” lalu dia menyebutkan hadis yang serupa.

Penguat No. 2

وَرُوِيَ فِي كِتَابِ «الْإِخْتِصَاصِ»[3] الْمَنْسُوبِ إِلَى مُحَمَّدِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ النُّعْمَانِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ الْحَلَبِيِّ، قَالَ: قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلَامُ: «مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ عَلَيْهِ إِمَامٌ حَيٌّ ظَاهِرٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً».

Terjemahan:

Selain itu, dalam kitab al-Ikhtisas yang dinisbatkan kepada Muhammad bin Muhammad bin Nu’man, diriwayatkan dari Muhammad bin Ali al-Halabi yang berkata: Abu Abdullah (Ja’far bin Muhammad as-Shadiq) (Alaihis Salam) berkata: “Siapa pun yang mati dalam keadaan tidak memiliki Imam yang hidup dan terlihat, maka dia mati dengan kematian jahiliyah.”

Penguat No. 3

وَرُوِيَ فِيهِ[4] عَنْ أَبِي الْجَارُودِ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلَامُ يَقُولُ: «مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ عَلَيْهِ إِمَامٌ حَيٌّ ظَاهِرٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً»، قُلْتُ: إِمَامٌ حَيٌّ جُعِلْتُ فِدَاكَ؟! قَالَ: «إِمَامٌ حَيٌّ».

Terjemahan:

Selain itu, dalam kitab ini diriwayatkan dari Abu Jarud yang berkata: Aku mendengar Abu Abdullah (Ja’far bin Muhammad as-Shadiq) (Alaihis Salam) berkata: “Siapa pun yang mati dalam keadaan tidak ada Imam yang hidup dan terlihat baginya, maka dia mati dengan kematian jahiliyah.” Aku berkata: “Imam yang hidup, aku rela berkorban untukmu?!” Beliau menjawab: “Imam yang hidup.”

Penguat No. 4

وَرُوِيَ فِيهِ[5] عَنْ عُمَرَ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ أَبِي الْحَسَنِ الْأَوَّلِ -يَعْنِي مُوسَى بْنَ جَعْفَرٍ- عَلَيْهِ السَّلَامُ قَالَ: سَمِعْتُهُ يَقُولُ: «مَنْ مَاتَ بِغَيْرِ إِمَامٍ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً، إِمَامٍ حَيٍّ يَعْرِفُهُ»، فَقُلْتُ: لَمْ أَسْمَعْ أَبَاكَ يَذْكُرُ هَذَا -يَعْنِي إِمَامًا حَيًّا- فَقَالَ: «قَدْ وَاللَّهِ قَالَ ذَاكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ»، قَالَ: «وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ: ”مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ لَهُ إِمَامٌ يَسْمَعُ لَهُ وَيُطِيعُ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً“».

Terjemahan:

Selain itu, dalam kitab ini diriwayatkan dari Umar bin Yazid, yang berkata: Aku mendengar Abu al-Hasan al-Awwal, yaitu Musa bin Ja’far (Alaihis Salam) berkata: “Siapa pun yang mati tanpa memiliki seorang Imam, maka dia mati dengan kematian jahiliyah, Imam yang hidup yang dia kenal.” Aku berkata: “Aku tidak mendengar ayahmu (Ja’far bin Muhammad) mengatakan hal ini” yakni tentang Imam yang hidup! Maka beliau menjawab: “Demi Allah, Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Alihi Wasallam) telah bersabda demikian. Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Alihi Wasallam) bersabda: ‘Siapa pun yang mati dalam keadaan tidak memiliki Imam yang dengannya dia mendengar dan taat, maka dia mati dengan kematian jahiliyah.’”

Pertimbangan

قَالَ الْمَنْصُورُ حَفِظَهُ اللَّهُ تَعَالَى: إِنَّ اللَّهَ لَا يُعْبَدُ فِي الْأَرْضِ بِإِمَامٍ مَيِّتٍ؛ لِأَنَّ عِبَادَتَهُ فِيهَا إِقَامَةُ حُدُودِهِ وَتَنْفِيذُ أَحْكَامِهِ وَإِدَارَةُ أَمْوَالِهِ وَجِهَادُ أَعْدَائِهِ وَهِيَ مُحْتَاجَةٌ إِلَى إِمَامٍ حَيٍّ، فَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ أَبْدَلَ اللَّهُ مَكَانَهُ مِثْلَهُ أَوْ خَيْرًا مِنْهُ عَلَى سُنَّتِهِ فِي النَّسْخِ وَالْإِنْسَاءِ؛ كَمَا قَالَ: ﴿مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا ۗ أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ[6] وَإِلَى قَوْلِي هَذَا أَشَارَ جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَلَيْهِمَا السَّلَامُ -فِيمَا رُوِيَ عَنْهُ- إِذْ قَالَ لِعِيسَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ: «أَمَا إِنَّكَ يَا عِيسَى لَا تَكُونُ مُؤْمِنًا حَتَّى تَعْرِفَ النَّاسِخَ مِنَ الْمَنْسُوخِ»، قَالَ: جُعِلْتُ فِدَاكَ وَمَا مَعْرِفَةُ النَّاسِخِ مِنَ الْمَنْسُوخِ؟ قَالَ: «أَلَيْسَ تَكُونُ مَعَ الْإِمَامِ مُوَطِّنًا نَفْسَكَ عَلَى حُسْنِ النِّيَّةِ فِي طَاعَتِهِ، فَيَمْضِي ذَلِكَ الْإِمَامُ وَيَأْتِي إِمَامٌ آخَرُ فَتُوَطِّنُ نَفْسَكَ عَلَى حُسْنِ النِّيَّةِ فِي طَاعَتِهِ؟» قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «هَذَا مَعْرِفَةُ النَّاسِخِ مِنَ الْمَنْسُوخِ»[7]، وَرُوِيَ أَنَّ الْمُعَلَّى بْنَ خُنَيْسٍ سَأَلَهُ عَنِ الْحَدِيثِ الَّذِي يُرْوَى عَنِ الْإِمَامِ الْمَاضِي، فَقَالَ: «خُذُوا بِهِ حَتَّى يَبْلُغَكُمْ عَنِ الْحَيِّ، فَإِنْ بَلَغَكُمْ عَنِ الْحَيِّ فَخُذُوا بِقَوْلِهِ»[8].

ثُمَّ قَالَ الْمَنْصُورُ حَفِظَهُ اللَّهُ تَعَالَى: إِنَّ اللَّهَ لَا يُعْبَدُ فِي الْأَرْضِ بِإِمَامٍ غَائِبٍ؛ لِأَنَّهُ لَا يَسْتَطِيعُ فِي غَيْبَتِهِ أَنْ يُقِيمَ الْحُدُودَ وَيَأْخُذَ الصَّدَقَاتِ وَيُنَفِّذَ الْأَحْكَامَ وَيُجَاهِدَ الْأَعْدَاءَ وَلَوْ تَنَاوَلَ ذَلِكَ غَيْرُهُ عَجَزَ عَنْ كَثِيرٍ؛ لِأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِيهِ وَلَا يُوَفِّقُهُ وَلَوْ أَدْرَكَ شَيْئًا لَا يُقْبَلُ مِنْهُ؛ لِأَنَّهُ لَمْ يُدْرِكْهُ مِنَ الْوَجْهِ الَّذِي أَمَرَ اللَّهُ بِهِ وَقَدْ قَالَ اللَّهُ: ﴿وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ[9].

Terjemahan:

Mansur (Hafizhahullah Ta‘ala) berkata: Sesungguhnya, Allah tidak disembah di bumi melalui seorang Imam yang sudah wafat; karena ibadah kepada-Nya adalah dengan menegakkan batasan-Nya, menjalankan hukum-Nya, mengelola harta-Nya, dan berjihad melawan musuh-Nya. Dan tugas-tugas ini membutuhkan Imam yang hidup. Maka jika beliau wafat atau dibunuh, Allah menetapkan seseorang seperti beliau atau yang lebih baik dari beliau sebagai penggantinya, sesuai dengan sunnah-Nya dalam membatalkan dan membuat lupa; sebagaimana Dia telah berfirman: “Tanda apa pun yang Kami batalkan atau Kami jadikan dilupakan, niscaya Kami datangkan yang lebih baik darinya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah engkau mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?!” Dan terhadap perkataanku ini, Ja’far bin Muhammad (AS) merujuk kepada sesuatu yang diriwayatkan darinya, ketika beliau berkata kepada Isa bin Abdullah: “Ketahuilah, wahai Isa, bahwa engkau tidak akan beriman hingga engkau mengenal yang membatalkan dari yang dibatalkan.” Dia berkata: “Aku rela berkorban untukmu, apa itu mengenal yang membatalkan dari yang dibatalkan?” Beliau menjawab: “Bukankah engkau bersama Imam, sementara engkau dengan niat baik telah mendorong dirimu untuk taat kepadanya, lalu beliau meninggal dunia, kemudian datang Imam yang lain, lalu engkau dengan niat baik mendorong dirimu untuk taat kepadanya?” Dia berkata: “Benar.” Beliau berkata: “Itulah mengenal yang membatalkan dari yang dibatalkan.” Dan diriwayatkan bahwa Mu’alla bin Khunais bertanya kepada beliau tentang sebuah hadis yang diriwayatkan dari para Imam terdahulu. Maka beliau menjawab: “Peganglah ia hingga kalian mendengar dari Imam yang hidup. Maka ketika kalian mendengar dari Imam yang hidup, ambillah ucapannya.”[10]

Kemudian Mansur (Hafizhahullah Ta‘ala) berkata: Sesungguhnya, Allah tidak disembah di bumi melalui seorang Imam yang tidak hadir; karena dalam ketidakhadirannya, beliau tidak dapat menegakkan batasan, mengambil sedekah, menjalankan hukum, dan berperang melawan musuh. Dan jika orang lain selain beliau berusaha melakukannya, maka dia akan gagal dalam banyak hal; karena Allah tidak memberinya petunjuk dan keberhasilan. Dan jika dia mencapai sesuatu, itu tidak akan diterima darinya; karena dia tidak mencapainya melalui jalan yang Allah perintahkan, padahal Allah telah berfirman: “Kebajikan itu bukanlah dengan masuk ke rumah-rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan ialah pada orang yang bertakwa dan masuk ke rumah-rumah dari pintu depannya. Dan bertakwalah kepada Allah agar kalian berhasil.”

↑[1] . Al-Imamah Wa al-Tabsirah oleh Ali Ibnu Babawayh, hal. 27
↑[2] . Dala’il al-Imamah oleh at-Tabari as-Saghir, hal. 433
↑[3] . Al-Ikhtisas oleh al-Mufid, hal. 269
↑[4] . Al-Ikhtisas oleh al-Mufid, hal. 269
↑[5] . Al-Ikhtisas oleh al-Mufid, hal. 268 dan 269
↑[6] . Al-Baqarah/ 106
↑[7] . Al-Kafi oleh al-Kulaini, vol. 2, hal. 83
↑[8] . Al-Kafi oleh al-Kulaini, vol. 1, hal. 67
↑[9] . Al-Baqarah/ 189
Bagikan
Bagikan konten ini dengan teman-teman Anda untuk membantu menyebarkan pengetahuan; memberi tahu orang lain tentang pengetahuan ini merupakan bentuk ucapan terima kasih.
Email
Telegram
Facebook
Twitter
Anda juga bisa membaca konten ini dalam bahasa berikut ini:
Jika Anda fasih dalam bahasa lain, terjemahkan konten ini ke bahasa tersebut dan kirimkan terjemahan Anda kepada kami untuk diterbitkan di situs web. [Formulir Terjemahan]