Hadis No. 19
“Setelah Nabi
terdapat para khalifah yang rasyid dan mahdi, dan berpegang teguh pada sunnah mereka adalah wajib.”
رَوَى أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ [ت241هـ] فِي «مُسْنَدِهِ»[1]، قَالَ: حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا ثَوْرُ بْنُ يَزِيدَ، حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَعْدَانَ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَمْرٍو السُّلَمِيُّ، وَحُجْرُ بْنُ حُجْرٍ، قَالَا: أَتَيْنَا الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ وَهُوَ مِمَّنْ نَزَلَ فِيهِ ﴿وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ﴾[2]، فَسَلَّمْنَا وَقُلْنَا: أَتَيْنَاكَ زَائِرِينَ وَعَائِدِينَ وَمُقْتَبِسِينَ، فَقَالَ عِرْبَاضٌ:
صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحَ ذَاتَ يَوْمٍ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا، فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً، ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ، وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ، فَقَالَ قَائِلٌ: «يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا؟» فَقَالَ: «أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ».
Terjemahan:
Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) meriwayatkan dalam Musnadnya, (dengan redaksi sebagai berikut) dia berkata: Walid bin Muslim meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Tsur bin Yazid meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Khalid bin Ma’dan meriwayatkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Amr Sulami dan Hujr bin Hujr meriwayatkan kepada kami, mereka berkata: Kami mendatangi Irbad bin Sariyah, dan dia termasuk orang-orang yang ayat ini turun berkaitan dengan mereka: “Tidak ada (dosa) terhadap orang-orang yang ketika mereka datang kepadamu agar engkau menyediakan tunggangan bagi mereka (untuk pergi ke medan perang). Engkau berkata kepada mereka: ‘Aku tidak menemukan sesuatu pun untuk kalian tunggangi.’” Lalu kami memberi salam kepadanya dan berkata: “Kami datang untuk mengunjungi engkau, menanyakan keadaanmu, dan mengambil manfaat darimu.” Lalu Irbad berkata:
Suatu hari Rasulullah mengimami kami salat subuh. Lalu beliau menghadap kepada kami dan memberi khutbah yang fasih, yang menyebabkan mata menangis dan hati bergetar. Lalu seseorang berkata: “Ya Rasulullah! Bagiku seakan-akan khutbah ini adalah nasihat orang yang hendak berpisah. Maka wasiat apa yang engkau berikan kepada kami?” Maka beliau bersabda: “Aku wasiatkan kepada kalian takwa kepada Allah, mendengar dan taat, meskipun dia seorang budak Habasyah; karena siapa di antara kalian yang hidup setelahku, maka akan melihat banyak perpecahan. Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah para khalifah yang rasyid (mengikuti jalan yang lurus) dan mahdi (mendapat petunjuk); berpegang teguhlah padanya dan gigitlah dengan gigi kalian (artinya jangan melepaskannya). Dan jauhilah perkara-perkara yang baru, karena setiap perkara baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan.”
Penguat No.1
وَرَوَى أَبُو عُبَيْدٍ [ت224هـ] فِي «الْخُطَبِ وَالْمَوَاعِظِ»[3]، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ صَالِحٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ أَنَّ ضَمْرَةَ بْنَ حَبِيبٍ حَدَّثَهُ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَمْرٍو السُّلَمِيَّ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ: «لَقَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا، فَلَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ، وَمَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ سُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ».
Terjemahan:
Selain itu, Abu Ubaid [w. 224 H] meriwayatkan dalam kitab al-Khutab wa al-Mawaiz, dia berkata: Abdullah bin Shalih meriwayatkan kepada kami, dia berkata: Muawiyah bin Shalih meriwayatkan kepada kami bahwa Dhamrah bin Habib meriwayatkan kepadanya bahwa Abdurrahman bin Amr Sulami meriwayatkan kepadanya bahwa dia mendengar Irbad bin Sariyah berkata: Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya, aku telah meninggalkan kalian di atas sesuatu yang terang, yang malamnya seperti siangnya (sama terang). Maka tidak ada yang menyimpang darinya setelahku kecuali yang binasa. Dan siapa pun dari kalian yang masih hidup setelahku niscaya akan melihat banyak perpecahan. Maka berpegang teguhlah pada apa yang kalian kenali dari sunnahku dan sunnah para khalifah yang rasyid dan mahdi, dan gigitlah itu dengan gigi kalian.”
Pertimbangan
قَالَ الْمَنْصُورُ حَفِظَهُ اللَّهُ تَعَالَى: هَذَا حَدِيثٌ ثَابِتٌ عَنِ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ، فَقَدْ رَوَاهُ عَنْهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَمْرٍو، وَحُجْرُ بْنُ حُجْرٍ، وَيَحْيَى بْنُ أَبِي الْمُطَاعِ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي بِلَالٍ، وَالْمُهَاصِرُ بْنُ حَبِيبٍ، وَجُبَيْرُ بْنُ نُفَيْرٍ، وَعَمُّ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ، وَهُوَ يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ يَكُونُ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ خُلَفَاءُ رَاشِدُونَ مَهْدِيُّونَ يَجِبُ التَّمَسُّكُ بِسُنَّتِهِمْ كَمَا يَجِبُ التَّمَسُّكُ بِسُنَّةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، وَذَلِكَ غَيْرُ جَائِزٍ إِلَّا إِذَا كَانَتْ سُنَّتُهُمْ مُطَابِقَةً لِسُنَّتِهِ؛ إِذْ لَوْ كَانَ بَيْنَهُمَا اخْتِلَافٌ لَكَانَ التَّمَسُّكُ بِسُنَّتِهِمْ تَرْكَ التَّمَسُّكِ بِسُنَّتِهِ، وَلَمَا أَمْكَنَ التَّمَسُّكُ بِهِمَا جَمِيعًا، وَفِي هَذَا دَلَالَةٌ عَلَى أَنَّهُمْ مُطَهَّرُونَ مِنَ الرِّجْسِ، وَلَا يُعْرَفُ ذَلِكَ إِلَّا فِي أَهْلِ بَيْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ؛ لِقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: ﴿إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا﴾[4]، وَلِذَلِكَ فَإِنَّ الْخُلَفَاءَ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ الَّذِينَ يَجِبُ التَّمَسُّكُ بِسُنَّتِهِمْ هُمْ مِنْ أَهْلِ بَيْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ؛ كَمَا أَخْبَرَ عَنْ ذَلِكَ بِصَرَاحَةٍ فَقَالَ: «إِنِّي تَارِكٌ فِيكُمْ خَلِيفَتَيْنِ: كِتَابَ اللَّهِ وَعِتْرَتِي أَهْلَ بَيْتِي، إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي، وَإِنَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ»، فَلَا يُعْتَنَى بِقَوْلِ الضَّالِّينَ الَّذِينَ يَقُولُونَ لِرِجَالٍ مِنْ دُونِهِمْ أَنَّهُمْ مِنْهُمْ، ﴿مَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ ۖ إِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ﴾[5]، وَأَمَّا الْأَمْرُ بِالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَصَحِيحٌ، وَلَا يُعَارِضُ مَا قُلْنَا؛ لِأَنَّ الْمُرَادَ بِهِ مَنْ أَمَّرَهُ أَحَدُ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَلَى مَدِينَةٍ أَوْ جَيْشٍ.
Terjemahan:
Mansur berkata: Ini adalah hadis yang terkonfirmasi dari Irbad bin Sariyah; karena Abdurrahman bin Amr, Hujr bin Hujr, Yahya bin Abi al-Muthaa, Abdullah bin Abi Bilal, Muhashir bin Habib, Jubair bin Nufair, dan paman Khalid bin Ma’dan telah meriwayatkannya darinya. Ini menunjukkan bahwa setelah Nabi
terdapat para khalifah yang rasyid dan mahdi, dan berpegang teguh pada sunnah mereka adalah wajib, sebagaimana berpegang teguh pada sunnah Nabi
. Dan hal itu tidak dibenarkan kecuali jika sunnah mereka sesuai dengan sunnah beliau; karena jika terdapat perbedaan antara sunnah mereka dan sunnah beliau, maka berpegang pada sunnah mereka berarti meninggalkan sunnah beliau, dan tidak mungkin berpegang kepada keduanya sekaligus. Ini menunjukkan bahwa mereka bersih dari segala kotoran, dan sifat seperti ini tidak dikenal kecuali pada Ahlul Bait Nabi
; karena Allah berfirman: “Allah hendak menghilangkan segala kotoran dari kalian, wahai Ahlul Bait, dan menyucikan kalian sesuci-sucinya.” Berdasarkan hal ini, para khalifah yang rasyid dan mahdi, yang berpegang teguh pada sunnah mereka adalah wajib, adalah dari Ahlul Bait Nabi
; sebagaimana beliau secara tegas mengabarkan hal itu dan bersabda: “Aku meninggalkan kepada kalian dua khalifah: Kitab Allah dan ‘itratku (yaitu) Ahlul Baitku. Jika kalian berpegang teguh kepada keduanya, maka kalian tidak akan sesat selama-lamanya setelahku. Dan sungguh keduanya tidak akan berpisah sampai keduanya datang kepadaku di telaga.” Maka tidak pantas memperhatikan ucapan orang-orang sesat yang memasukkan orang-orang selain mereka sebagai bagian dari para khalifah. “Mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang itu dan hanya menduga.” Adapun perintah untuk mendengar dan taat, meskipun terhadap seorang budak dari Habasyah, adalah benar dan tidak bertentangan dengan apa yang telah kami sebutkan; karena yang dimaksud dengannya adalah seseorang yang telah diangkat oleh salah satu dari para khalifah yang rasyid dan mahdi sebagai gubernur suatu wilayah atau komandan pasukan.
Penguat No.2
وَرَوَى أَبُو نُعَيْمٍ [ت430هـ] فِي «أَخْبَارِ أَصْبَهَانَ»[6]، قَالَ: حَدَّثَنَا الطَّلْحِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو حُصَيْنٍ، حَدَّثَنَا أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عِيسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، سَمِعْتُ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ يَقُولُ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «اللَّهُمَّ ارْحَمْ خُلَفَائِي»، قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَنْ خُلَفَاؤُكَ؟ قَالَ: «الَّذِينَ يَأْتُونَ مِنْ بَعْدِي، يَرْوُونَ أَحَادِيثِي وَسُنَّتِي، وَيُعَلِّمُونَهَا النَّاسَ».
Terjemahan:
Selain itu, Abu Nu‘aim [w. 430 H] meriwayatkan dalam kitab Akhbar Ashbahan, dia berkata: Talhi meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Abu Hushain meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Abu Thahir Ahmad bin Isa meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Ibnu Abi Fudayk meriwayatkan kepada kami, dari Hisyam bin Sa’d, dari Zaid bin Aslam, dari Atha bin Yasar, dari Ibnu Abbas, (yang berkata:) Aku mendengar Ali bin Abi Thalib berkata: “Rasulullah keluar menuju kami dan bersabda: ‘Ya Allah! Rahmatilah para khalifahku.’ Kami berkata: ‘Ya Rasulullah! Siapa para khalifahmu itu?’ Beliau bersabda: ‘Orang-orang yang datang setelahku, lalu meriwayatkan hadis dan sunnahku, serta mengajarkannya kepada manusia.’”
Pertimbangan
قَالَ الْمَنْصُورُ حَفِظَهُ اللَّهُ تَعَالَى: أَحْمَدُ بْنُ عِيسَى مُتَّهَمٌ عِنْدَهُمْ، لَكِنَّهُ لَمْ يَنْفَرِدْ بِهِ، وَلِلْحَدِيثِ طُرُقٌ أُخْرَى تُقَوِّيهِ، وَهُوَ لَا يَعْنِي أَنَّ كُلَّ مَنْ يَرْوِي شَيْئًا مِنْ أَحَادِيثِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَسُنَّتِهِ وَيُعَلِّمُهُ النَّاسَ فَهُوَ مِنْ خُلَفَائِهِ، بَلْ يَعْنِي أَنَّ خُلَفَاءَهُ الَّذِينَ يَأْتُونَ مِنْ بَعْدِهِ هُمْ يَرْوُونَ أَحَادِيثَهُ وَسُنَّتَهُ كَامِلَةً، وَيُعَلِّمُونَهَا النَّاسَ.
Terjemahan:
Mansur berkata: Ahmad bin Isa menurut pandangan mereka adalah seorang yang tertuduh (berbohong), tetapi dia tidak sendiri dalam meriwayatkan hadis ini dan terdapat jalur-jalur lain yang menguatkannya. Dan itu tidak berarti bahwa setiap orang yang meriwayatkan sesuatu dari hadis-hadis Nabi
dan sunnahnya lalu mengajarkannya kepada manusia adalah termasuk salah satu khalifahnya; melainkan, maksudnya adalah bahwa para khalifahnya yang datang setelahnya adalah yang meriwayatkan hadis-hadis dan sunnahnya secara sempurna dan mengajarkannya kepada manusia.