Sabtu, 20 September 2025 / 27 Rabiul Awal 1447 H
Mansur Hasyimi Khorasani
 Pelajaran baru: Pelajaran dari Yang Mulia tentang fakta bahwa bumi tidak pernah kosong dari seorang laki-laki yang memiliki pengetahuan menyeluruh tentang agama, yang telah Allah tunjuk sebagai khalifah, imam, dan pembimbing di atasnya sesuai dengan perintah-Nya; Ayat-ayat Al Qur’an tentangnya; Ayat no. 16. Klik di sini untuk membaca. Surat baru: Sebuah Surat yang Sangat Bermanfaat dari Yang Terhormat yang Berisi Tiga Puluh Wasiat Akhlak. Klik di sini untuk membaca. Ucapan baru: Sebuah ucapan dari Yang Mulia tentang mereka yang saat ini tidak menghargainya dan mengejek seruannya kepada Mahdi. Klik di sini untuk membaca. Kunjungi beranda untuk membaca konten paling penting di situs web. Pertanyaan baru: Bagaimana pandangan Islam terhadap taqlid (mengikuti secara buta)? Klik di sini untuk membaca jawaban. Artikel baru: Artikel “Sebuah ulasan buku Kembali ke Islam karya Mansur Hasyimi Khorasani” ditulis oleh “Sayyed Mohammad Sadeq Javadian” telah terbit. Klik di sini untuk membaca. Kunjungi beranda untuk membaca konten paling penting di situs web.
loading
Pelajaran
 
Pelajaran dari Yang Mulia tentang fakta bahwa bumi tidak pernah kosong dari seorang laki-laki yang memiliki pengetahuan menyeluruh tentang agama, yang telah Allah tunjuk sesuai dengan perintah-Nya.
Hadis-Hadis Sahih dari Nabi Tentangnya

Hadis No. 17

Khalifah ditetapkan oleh Allah dan dijaga dari kesesatan.

رَوَى الْبُخَارِيُّ [ت256هـ] فِي «صَحِيحِهِ»[1]، قَالَ: حَدَّثَنَا أَصْبَغُ، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي يُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:

مَا بَعَثَ اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ، وَلَا اسْتَخْلَفَ مِنْ خَلِيفَةٍ، -وَفِي رِوَايَةٍ أُخْرَى: إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْ نَبِيًّا وَلَا خَلِيفَةً[2]- إِلَّا كَانَتْ لَهُ بِطَانَتَانِ: بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ، وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالشَّرِّ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ، فَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَمَ اللَّهُ تَعَالَى.

Terjemahan:

Bukhari [w. 256 H] meriwayatkan dalam Sahihnya, (dengan redaksi sebagai berikut) dia berkata: Asbagh meriwayatkan kepada kami, (dia berkata:) Ibnu Wahb mengabarkan kepada kami, (dia berkata:) Yunus mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Shihab, dari Abu Salamah, dari Abu Sa‘id al‑Khudri, dari Nabi (Shallallahu Alaihi Wa Alihi Wasallam) yang bersabda:

Allah tidak mengangkat seorang nabi dan tidak pula menetapkan seorang khalifah sebagai penerus—dan dalam riwayat lain: Allah tidak mengangkat nabi atau khalifah—kecuali ada dua sahabat untuknya: sahabat yang menyuruhnya melakukan kebaikan dan menyemangatinya untuk melakukannya, dan sahabat yang menyuruhnya kepada keburukan dan menggodanya untuk melakukannya. Dan orang yang ma’sum adalah orang yang Allah lindungi (dari kesesatan).

Pertimbangan

قَالَ الْمَنْصُورُ حَفِظَهُ اللَّهُ تَعَالَى: هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ يَرْوِيهِ أَبُو سَلَمَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، وَأَبِي هُرَيْرَةَ، وَأَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ، وَهُوَ إِشَارَةٌ إِلَى أَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ النَّبِيَّ وَيَبْعَثُ الْخَلِيفَةَ وَيَعْصِمُهُمَا مِنْ أَنْ يَضِلَّا، فَهُمَا مَعْصُومَانِ مَبْعُوثَانِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ، أَحَدُهُمَا لِتَبْلِيغِ أَحْكَامِهِ وَالْآخَرُ لِتَطْبِيقِهَا، وَإِنِّي لَأَتَعَجَّبُ مِنْ قَوْمٍ يَرْوُونَ مِثْلَ هَذِهِ الْأَحَادِيثِ وَلَا يَتَدَبَّرُونَهَا، وَإِنْ كَانَ ذَلِكَ لُطْفًا مِنَ اللَّهِ؛ فَإِنَّهُمْ لَوْ فَقِهُوهَا لَمْ يَرْوُوهَا، فَطَبَعَ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ حِفْظًا لِلسُّنَنِ، وَقَدْ صَدَقَ رَسُولُهُ إِذْ قَالَ: «رُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ وَلَا فِقْهَ لَهُ، وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ»[3]!

Terjemahan:

Mansur (Hafizhahullah Ta‘ala) berkata: Hadis ini adalah hadis sahih yang diriwayatkan oleh Abu Salamah dari Abu Sa‘id, Abu Hurairah, dan Abu Ayyub al-Anshari. Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi dan Khalifah diangkat oleh Allah dan dijaga dari kesesatan. Maka keduanya adalah makhluk yang ma’sum dan diutus oleh Allah: yang satu untuk menyampaikan hukum-hukum-Nya, dan yang lain untuk menerapkannya. Sungguh aku heran terhadap sekelompok orang yang meriwayatkan hadis-hadis seperti ini, namun tidak merenungkannya. Padahal, ini adalah karunia dari Allah; sebab jika mereka benar-benar memahaminya, niscaya mereka tidak akan meriwayatkannya. Maka Allah menutup hati mereka untuk melindungi sunnah. Dan sungguh benar sabda Nabi-Nya: “Betapa banyak orang yang membawa ilmu, namun tidak memahami ilmu itu, dan betapa banyak orang yang menyampaikan ilmu kepada orang yang lebih berilmu darinya!”

Penguat No. 1

وَرَوَى عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ هِشَامٍ [ت213هـ] فِي «سِيرَتِهِ»[4]، قَالَ: قَالَ ابْنُ إِسْحَاقَ: حَدَّثَنِي الزُّهْرِيُّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ أَتَى بَنِي عَامِرِ بْنِ صَعْصَعَةَ، فَدَعَاهُمْ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَعَرَضَ عَلَيْهِمْ نَفْسَهُ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ مِنْهُمْ يُقَالُ لَهُ بَيْحَرَةُ بْنُ فِرَاسٍ: وَاللَّهِ لَوْ أَنِّي أَخَذْتُ هَذَا الْفَتَى مِنْ قُرَيْشٍ، لَأَكَلْتُ بِهِ الْعَرَبَ! ثُمَّ قَالَ: أَرَأَيْتَ إِنْ نَحْنُ تَابَعْنَاكَ عَلَى أَمْرِكَ، ثُمَّ أَظْهَرَكَ اللَّهُ عَلَى مَنْ خَالَفَكَ، أَيَكُونُ لَنَا الْأَمْرُ مِنْ بَعْدِكَ؟ قَالَ: «الْأَمْرُ إِلَى اللَّهِ يَضَعُهُ حَيْثُ يَشَاءُ»، فَقَالَ لَهُ: أَفَتُهْدَفُ نُحُورُنَا لِلْعَرَبِ دُونَكَ، فَإِذَا أَظْهَرَكَ اللَّهُ كَانَ الْأَمْرُ لِغَيْرِنَا؟! لَا حَاجَةَ لَنَا بِأَمْرِكَ! فَأَبَوْا عَلَيْهِ.

Terjemahan:

Selain itu, Abdul Malik bin Hisyam [w. 213 H] dalam Sirahnya meriwayatkan sebagai berikut: Ibnu Ishaq berkata: Zuhri meriwayatkan kepadaku bahwa Nabi (Shallallahu Alaihi Wa Alihi Wasallam) mendatangi Bani Amir bin Sa‘sa‘ah. Beliau mengajak mereka untuk beriman kepada Allah Azza wa Jalla dan memperkenalkan dirinya kepada mereka. Lalu seorang dari mereka yang bernama Baihrah bin Firas berkata, “Demi Allah, jika aku bisa mengambil pemuda ini dari Quraisy, pasti aku akan melahap seluruh orang Arab melaluinya (artinya: Aku akan menguasai mereka)!” Kemudian dia bertanya, “Jika kami mendukungmu dalam urusanmu ini, lalu Allah memberikan kemenangan kepadamu atas musuh-musuhmu, apakah setelah itu kekuasaan (yakni pemerintahan) akan menjadi milik kami setelahmu?” Nabi menjawab, “Urusan kekuasaan berada di tangan Allah. Dia akan menempatkannya di mana saja Dia kehendaki.” Maka (Baihrah) berkata, “Apakah kami harus menjadikan dada-dada kami sebagai perisai untuk melindungimu dari serangan Arab, lalu ketika Allah memenangkanmu, kekuasaan malah jatuh ke tangan selain kami?! Kami tidak butuh urusanmu!” Maka mereka pun menolak ajakan Nabi.

Pertimbangan

قَالَ الْمَنْصُورُ حَفِظَهُ اللَّهُ تَعَالَى: انْظُرُوا إِلَى قَوْلِهِ: «الْأَمْرُ إِلَى اللَّهِ يَضَعُهُ حَيْثُ يَشَاءُ»، أَلَيْسَ ذَلِكَ بِصَرِيحٍ فِي أَنَّ الْخِلَافَةَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ، وَلَيْسَ لِأَحَدٍ مِنْ دُونِهِ أَنْ يَجْعَلَ خَلِيفَةً؟ بَلَى، وَلَكِنَّ الْقَوْمَ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا، وَقَوْلُ اللَّهِ أَكْبَرُ صَرَاحَةً إِذْ قَالَ: ﴿قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ[5]، وَقَالَ: ﴿وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ[6]، وَقَالَ: ﴿أَمْ لَهُمْ نَصِيبٌ مِنَ الْمُلْكِ فَإِذًا لَا يُؤْتُونَ النَّاسَ نَقِيرًا[7]، وَقَالَ: ﴿وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ ۗ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ[8]، وَلَكِنْ جَعَلَ عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ، إِذْ نَبَذُوا كِتَابَ اللَّهِ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ، وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ، وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْلِهِ، لَيَقُولُونَ أَنَّ الْمُلْكَ بِيَدِ اللَّهِ، وَلَيْسَ لِلنَّاسِ فِيهِ اخْتِيَارٌ، ثُمَّ يُصَحِّحُونَ الْخِلَافَةَ بِاخْتِيَارٍ مِنَ النَّاسِ! كَمَثَلِ الَّذِينَ ﴿قَالُوا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا[9]، أَوْ ﴿قَالُوا سَمِعْنَا وَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ[10]! هَذَا ابْنُ جَرِيرٍ [ت310هـ] يَقُولُ فِي تَفْسِيرِهِ: «يَعْنِي بِذَلِكَ أَنَّ الْمُلْكَ لِلَّهِ وَبِيَدِهِ، دُونَ غَيْرِهِ، يُؤْتِي ذَلِكَ مَنْ يَشَاءُ، فَيَضَعُهُ عِنْدَهُ، وَيَخُصُّهُ بِهِ، وَيَمْنَحُهُ مَنْ أَحَبَّ مِنْ خَلْقِهِ، فَلَا تَتَخَيَّرُوا عَلَى اللَّهِ»[11]، وَيَرْوِي عَنْ وَهْبِ بْنِ مُنَبِّهٍ [ت110هـ] أَنَّهُ قَالَ: «الْمُلْكُ بِيَدِ اللَّهِ، يَضَعُهُ حَيْثُ شَاءَ، لَيْسَ لَكُمْ أَنْ تَخْتَارُوا فِيهِ»[12]، وَيُرْوَى مِثْلُهُ عَنِ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ [ت110هـ][13]، وَغَيْرِهِ[14]، وَهُمْ مِنَ الَّذِينَ يُصَحِّحُونَ الْخِلَافَةَ بِاخْتِيَارِ وَاحِدٍ مِنَ النَّاسِ وَغَيْرِ وَاحِدٍ، فَيُنَاقِضُونَ أَنْفُسَهُمْ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ، وَإِذَا شَعَرَ بِذَلِكَ أَحَدُهُمْ إِذَا لَهُ مَكْرٌ فِي آيَاتِ اللَّهِ؛ كَالَّذِي قَالَ مُتَأَوِّلًا: «الْمُلْكُ النُّبُوَّةُ»[15]، وَقَدْ عَلِمَ أَنَّ الْمُلْكَ غَيْرُ النُّبُوَّةِ، لِقَوْلِ اللَّهِ: ﴿قَالُوا لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا[16]، وَقَوْلِهِ: ﴿جَعَلَ فِيكُمْ أَنْبِيَاءَ وَجَعَلَكُمْ مُلُوكًا[17]، وَلَكِنَّهُ كَرِهَ أَنْ يُنَاقِضَ نَفْسَهُ، فَلَجَأَ إِلَى التَّأْوِيلِ لِيُخَادِعَهَا، وَمَا كَانَتْ مُخَادَعَتُهَا بِخَيْرٍ مِنْ مُنَاقَضَتِهَا، لَوْ كَانَ يَعْلَمُ!

Terjemahan:

Mansur (Hafizhahullah Ta‘ala) berkata: Perhatikan ucapannya: “Urusan kekuasaan berada di tangan Allah. Dia akan menempatkannya di mana saja Dia kehendaki.” Bukankah ini jelas menunjukkan bahwa kekhilafahan berasal dari Allah, dan tidak ada seorang pun yang berhak menetapkan seorang khalifah selain Dia? Namun kaum ini sulit untuk memahami perkataan apa pun. Padahal, firman Allah lebih jelas lagi ketika Dia berfirman: “Katakanlah: ‘Ya Allah, Engkaulah Pemilik kekuasaan! Engkau memberikan kekuasaan kepada siapa yang Engkau kehendaki, dan mencabutnya dari siapa yang Engkau kehendaki”, dan Dia juga berfirman: “Dan Allah memberikan kekuasaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki”, dan Dia berfirman: “Atau apakah mereka memiliki bagian dari kekuasaan? Jika demikian, mereka tidak akan memberikan manusia bahkan sebesar titik di biji kurma.” dan Dia berfirman: “Dan Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki. Mereka tidak memiliki pilihan.” Namun, Allah telah menutup hati mereka, sehingga mereka tidak memahaminya, ketika mereka melemparkan kitab Allah ke belakang mereka dan mengikuti hawa nafsu suatu kaum yang sebelumnya telah sesat, menyesatkan banyak orang, dan menyimpang dari jalan yang lurus. Jika engkau bertanya kepada mereka, “Apa maksud dari firman Allah tersebut?” Mereka menjawab bahwa kekuasaan berada di tangan Allah dan manusia tidak memiliki pilihan di dialamnya, kemudian mereka membenarkan kekhilafahan yang dipilih oleh rakyat! Mereka seperti orang-orang yang: “katakanlah: ‘Kami mendengar, namun kami membangkang’”, atau: “katakanlan: ‘Kami mendengar’, padahal sebenarnya mereka tidak mendengar!” Ibnu Jarir [w. 310 H] yang dalam tafsirnya berkata: “Maksud dari ayat ini adalah bahwa kekuasaan itu milik Allah, dan berada di tangan-Nya, bukan di tangan siapa pun selain-Nya. Dan Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki, mempercayakan kekuasaan kepadanya, dan mengkhususkannya untuk kekuasaan tersebut. Dan Dia memberikannya kepada siapa pun dari hamba-Nya yang Dia cintai. Maka janganlah kalian memilih siapa pun untuk Allah.” Dan dia meriwayatkan dari Wahb bin Munabbih [w. 110 H] yang berkata: “Kekuasaan berada di tangan Allah, dan Dia menempatkannya di mana saja yang Dia kehendaki. Kalian tidak memiliki hak untuk ikut campur dalam urusan itu.” Dan ucapan serupa juga diriwayatkan dari Hasan al-Bashri [w. 110 H] dan lainnya. Dan mereka termasuk orang-orang yang membenarkan penunjukan khalifah melalui pilihan satu atau beberapa orang saja dari kalangan manusia[18]. Maka, tanpa sadar, mereka telah membantah ucapan mereka sendiri. Dan ketika ada seseorang dari mereka yang menyadari kontradiksi ini, dia mencoba mengelabui dengan menafsirkan ayat-ayat Allah, seperti orang-orang yang berkata melalui tafsirnya: “Yang dimaksud dengan kekuasaan di sini adalah kenabian”, padahal dia tahu bahwa kekuasaan berbeda dengan kenabian, karena Allah berfirman: “(Sebagian dari Bani Israil) berkata kepada Nabi mereka: ‘Angkatlah untuk kami seorang pemimpin’”, dan Dia berfirman: “Dia menetapkan para Nabi di antara kalian, dan menjadikan kalian pemimpin-pemimpin.” Namun karena dia tidak ingin membantah perkataannya sendiri, maka dia menggunakan interpretasi demi menipu dirinya sendiri, padahal menipu diri sendiri tidak lebih baik daripada berbicara secara kontradiktif, kalau saja dia mau menyadarinya!

Penguat No. 2

وَرَوَى مَعْمَرُ بْنُ رَاشِدٍ [ت153هـ] فِي «الْجَامِعِ»[19]،عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ عِكْرِمَةَ، قَالَ: جَاءَ عَامِرُ بْنُ الطُّفَيْلِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: أُسْلِمُ يَا مُحَمَّدُ وَأَكُونُ الْخَلِيفَةَ مِنْ بَعْدِكَ؟ قَالَ: «لَا»، قَالَ: فَيَكُونُ لِيَ الْوَبَرُ وَلَكَ الْمَدَرُ؟ قَالَ: «لَا»، قَالَ: فَمَا تُعْطِينِي؟ قَالَ: «أُعْطِيكَ أَعِنَّةَ الْخَيْلِ تُقَاتِلُ عَلَيْهَا، فَإِنَّكَ امْرُؤٌ فَارِسٌ»، قَالَ: أَوَلَيْسَتْ أَعِنَّةُ الْخَيْلِ بِيَدِي؟! وَاللَّهِ لَأَمْلَأَنَّ عَلَيْكَ بَنِي عَامِرٍ خَيْلًا وَرِجَالًا! ثُمَّ وَلَّى، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ: «اللَّهُمَّ أَهْلِكْ عَامِرًا»، فَقَالَ لَهُ أُسَيْدُ بْنُ حُضَيْرٍ حِينَ قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَأَكُونُ الْخَلِيفَةَ مِنْ بَعْدِكَ: زَحْزِحْ قَدَمَيْكَ لَا أُنْفِذَ الرُّمْحَ حُضْنَيْكَ، فَوَاللَّهِ لَوْ سَأَلْتَنَا سَيَابَةً مَا أُعْطِيتَهَا، يَعْنِي بِالسَّيَابَةِ بُسْرَةً خَضْرَاءَ لَا يُنْتَفَعُ بِهَا.

Terjemahan:

Selain itu, Ma’mar bin Rasyid [w. 153 H] dalam kitab Jami‘nya meriwayatkan dari Ayyub, dari Ikrimah yang berkata: Amir bin Tufail datang kepada Nabi (Shallallahu Alaihi Wa Alihi Wasallam) dan berkata: “Ya Muhammad! Jika aku masuk Islam, bolehkah aku menjadi khalifah setelahmu?” Nabi menjawab, “Tidak.” Dia pun berkata: “Kalau begitu, wilayah gurun untukku, dan wilayah kota untukmu?” Nabi menjawab, “Tidak.” Dia berkata: “Kalau begitu, apa yang akan kau berikan kepadaku?” Nabi berkata: “Aku akan berikan tali kekang kuda agar kau dapat berperang dengannya, karena engkau adalah seorang penunggang kuda.” Dia berkata: “Bukankah aku memang sudah memiliki tali kekang kuda?! Demi Allah, aku akan mengumpulkan seluruh pasukan Bani Amir, baik yang berkuda maupun yang berjalan kaki, untuk memerangimu!” Setelah itu, dia pun pergi. Maka Nabi (Shallallahu Alaihi Wa Alihi Wasallam) berkata: “Ya Allah, binasakanlah Amir!” Ketika Amir berkata kepada Nabi (Shallallahu Alaihi Wa Alihi Wasallam): “(Bolehkah aku) menjadi khalifah setelahmu”, Usaid bin Hudair berkata: “Tarik kakimu sebelum aku tikam dadamu dengan tombakku; karena Demi Allah, andai saja engkau meminta kepada kami sebutir sayabah, itu tidak akan diberikan kepadamu” (sayabah adalah kurma hijau yang belum matang dan tidak memiliki manfaat).

Pertimbangan

قَالَ الْمَنْصُورُ حَفِظَهُ اللَّهُ تَعَالَى: مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ أَنْ يَتَّخِذَ خَلِيفَةً إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ، فَكَيْفَ يَكُونُ لِغَيْرِهِ؟! ﴿سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ[20]، وَمَا كَانَ النَّبِيُّ يُوَلِّي أَحَدًا طَلَبَ وِلَايَةً.

Terjemahan:

Mansur (Hafizhahullah Ta‘ala) berkata: Nabi tidak boleh memilih seorang khalifah kecuali dengan izin dari Allah. Maka bagaimana mungkin hak itu dimiliki oleh orang selain Nabi?! “Maha Suci dan Maha Tinggi Allah dari segala yang mereka jadikan sekutu bagi-Nya”, Dan Nabi tidak pernah mengangkat seseorang yang berambisi terhadap kekuasaan sebagai pemimpin.

Penguat No. 3

كَمَا رَوَى الْبُخَارِيُّ [ت256هـ] فِي «صَحِيحِهِ»[21]، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ؛ وَرَوَى مُسْلِمُ بْنُ الْحَجَّاجِ [ت261هـ] فِي «صَحِيحِهِ»[22]، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ، قَالَا: حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنْ بُرَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِي بُرْدَةَ، عَنْ أَبِي مُوسَى، قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَرَجُلَانِ مِنْ بَنِي عَمِّي، فَقَالَ أَحَدُ الرَّجُلَيْنِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَمِّرْنَا عَلَى بَعْضِ مَا وَلَّاكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، وَقَالَ الْآخَرُ مِثْلَ ذَلِكَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّا وَاللَّهِ لَا نُوَلِّي عَلَى هَذَا الْعَمَلِ أَحَدًا سَأَلَهُ، وَلَا أَحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ».

Terjemahan:

Seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari [w. 256 H] dalam Sahihnya, dia berkata: Muhammad bin Ala’ meriwayatkan kepada kami; dan juga Muslim bin Hajjaj [w. 261 H] meriwayatkan dalam Sahihnya, dia berkata: Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Muhammad bin Ala’ meriwayatkan kepada kami, mereka berkata: Abu Usamah meriwayatkan kepada kami, dari Buraid bin Abdullah, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, yang berkata: Aku datang menemui Nabi (Shallallahu Alaihi Wa Alihi Wasallam) bersama dua orang sepupuku. Kemudian salah satu dari mereka berkata: “Ya Rasulullah! Angkatlah kami sebagai pemimpin di sebagian wilayah yang Allah Maha Tinggi dan Maha Agung telah berikan kekuasaan kepadamu atasnya”, dan yang satu lagi juga mengatakan sesuatu yang serupa. Maka Nabi (Shallallahu Alaihi Wa Alihi Wasallam) bersabda: “Sesungguhnya, demi Allah, kami tidak akan menyerahkan tugas ini kepada siapa pun yang memintanya, dan tidak pula kepada orang yang berambisi terhadapnya.”

Pertimbangan

قَالَ الْمَنْصُورُ حَفِظَهُ اللَّهُ تَعَالَى: هَذَا مِنْ أَصَحِّ الْأَحَادِيثِ عِنْدَهُمْ، وَهُوَ يَدُلُّ عَلَى عَدَمِ صِحَّةِ خِلَافَةِ مَنْ تَغَلَّبَ أَوْ دَعَا إِلَى نَفْسِهِ مِمَّنْ لَمْ يَأْمُرِ اللَّهُ بِبَيْعَتِهِ؛ لِأَنَّهُ سَأَلَهَا وَحَرَصَ عَلَيْهَا، وَكَذَلِكَ يَدُلُّ عَلَى عَدَمِ صِحَّةِ خِلَافَةِ مَنْ حَضَرَ السَّقِيفَةَ مِنَ الصَّحَابَةِ؛ لِأَنَّهُمْ حَضَرُوهَا طَالِبِينَ لِلْإِمَارَةِ، وَلَوْ كَانَ النَّبِيُّ حَيًّا لَمَنَعَهُمْ مِنْهَا جَمِيعًا، لِقَوْلِهِ: «إِنَّا وَاللَّهِ لَا نُوَلِّي عَلَى هَذَا الْعَمَلِ أَحَدًا سَأَلَهُ، وَلَا أَحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ»، وَهَذَا بَعْضُ مَا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ لِتُحَاجُّوهُمْ بِهِ عِنْدَ رَبِّهِمْ، فَخُذُوهُ، وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْغَافِلِينَ.

Terjemahan:

Mansur (Hafizhahullah Ta‘ala) berkata: Ini adalah salah satu hadis yang paling sahih menurut mereka, dan hadis ini menunjukkan bahwa kekhilafahan tidak sah bagi siapa pun yang meraih kekuasaan melalui jalan pemaksaan atau dengan mengajak orang untuk mengikutinya, selama dia bukan termasuk orang yang diperintahkan Allah untuk dibaiat. Sebab, orang tersebut meminta kekhilafahan dan berambisi terhadapnya. Selain itu, hadis ini sekaligus menunjukkan ketidakabsahan kekhilafahan sebagian sahabat yang hadir di Saqifah; karena mereka hadir di sana mencari kekuasaan. Andai Nabi masih hidup, beliau pasti melarang mereka semua dari mencalonkan diri. Sebab beliau bersabda: “Sesungguhnya, demi Allah, kami tidak akan menyerahkan tugas ini kepada siapa pun yang memintanya, dan tidak pula kepada orang yang berambisi terhadapnya.” Dan ini adalah salah satu hal yang Allah siapkan untuk membantah mereka, agar kamu dapat mengajukan argumen terhadap mereka di hadapan Tuhanmu. Maka ambillah itu, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.

↑[1] . Sahih Bukhari, vol. 9, hal. 77
↑[2] . Al-Adab al-Mufrad oleh al-Bukhari, hal. 99; Musnad Abu Umayyah al-Tarsusi, hal. 63; Sunan at-Tirmidzi, vol. 4, hal. 585; al-Sunan al-Kubra oleh al-Nasa’i, vol. 6, hal. 212; Makarim al-Akhlaq oleh al-Khara’iti, hal. 165; al-Mustadrak Ala al-Sahihain oleh al-Hakim, vol. 4, hal. 145; Shu‘ab al-Iman oleh al-Baihaqi, vol. 4, hal. 145
↑[3] . Musnad Abu Dawud at-Tayalisi, vol. 1, hal. 505; Musnad al-Syafi‘i, hal. 240; Musnad Ahmad, vol. 27, hal. 301 dan 318, vol. 35, hal. 467; Musnad al-Darimi, vol. 1, hal. 301 dan 302; Sunan Ibnu Majah, vol. 1, hal. 84, 85, dan 86, vol. 2, hal. 1015; Sunan Abu Dawud, vol. 3, hal. 322; Sunan at-Tirmidzi, vol. 5, hal. 34; al-Sunan al-Kubra oleh al-Nasa’i, vol. 5, hal. 363; Musnad Abu Ya‘la, vol. 13, hal. 408; Sahih Ibnu Hibban, vol. 1, hal. 551; al-Mustadrak Ala al-Sahihain oleh al-Hakim, vol. 1, hal. 162, 163, dan 164
↑[4] . Sirah Ibnu Hisham, vol. 1, hal. 424
↑[5] . Ali ‘Imran/ 26
↑[6] . Al-Baqarah/ 247
↑[7] . An-Nisa’/ 53
↑[8] . Al-Qasas/ 68
↑[9] . Al-Baqarah/ 93
↑[10] . Al-Anfal/ 21
↑[11] . Tafsir at-Tabari, vol. 4, hal. 456
↑[12] . Tafsir at-Tabari, vol. 4, hal. 456
↑[13] . Lihat Sejarah Damaskus oleh Ibnu Asakir, vol. 24, hal. 439.
↑[14] . Lihat Tafsir at-Tabari, vol. 5, hal. 304.
↑[15] . Lihat Juz’ Fihi Tafsir al-Quran Bi Riwayah Abi Ja‘far at-Tirmidzi, hal. 73; Tafsir at-Tabari, vol. 5, hal 304; Tafsir Ibnu al-Mundhir, vol. 1, hal. 159; Tafsir Ibnu Abi Hatim, vol. 2, hal. 624.
↑[16] . Al-Baqarah/ 246
↑[17] . Al-Ma’idah/ 20
↑[18] . Maksud Yang Mulia dengan kalimat satu dari kalangan manusia adalah pemimpin sebelumnya dan yang dimaksud dengan beberapa orang saja adalah Ahl al-Hall wal-Aqd atau Majelis Syura
↑[19] . Al-Jami‘ oleh Ma‘mar bin Rashid, vol. 11, hal. 51
↑[20] . Al-Qasas/ 68
↑[21] . Sahih Bukhari, vol. 9, hal. 64
↑[22] . Sahih Muslim, vol. 6, hal. 6
Bagikan
Bagikan konten ini dengan teman-teman Anda untuk membantu menyebarkan pengetahuan; memberi tahu orang lain tentang pengetahuan ini merupakan bentuk ucapan terima kasih.
Email
Telegram
Facebook
Twitter
Anda juga bisa membaca konten ini dalam bahasa berikut ini:
Jika Anda fasih dalam bahasa lain, terjemahkan konten ini ke bahasa tersebut dan kirimkan terjemahan Anda kepada kami untuk diterbitkan di situs web. [Formulir Terjemahan]