Sabtu, 20 September 2025 / 27 Rabiul Awal 1447 H
Mansur Hasyimi Khorasani
 Pelajaran baru: Pelajaran dari Yang Mulia tentang fakta bahwa bumi tidak pernah kosong dari seorang laki-laki yang memiliki pengetahuan menyeluruh tentang agama, yang telah Allah tunjuk sebagai khalifah, imam, dan pembimbing di atasnya sesuai dengan perintah-Nya; Ayat-ayat Al Qur’an tentangnya; Ayat no. 16. Klik di sini untuk membaca. Surat baru: Sebuah Surat yang Sangat Bermanfaat dari Yang Terhormat yang Berisi Tiga Puluh Wasiat Akhlak. Klik di sini untuk membaca. Ucapan baru: Sebuah ucapan dari Yang Mulia tentang mereka yang saat ini tidak menghargainya dan mengejek seruannya kepada Mahdi. Klik di sini untuk membaca. Kunjungi beranda untuk membaca konten paling penting di situs web. Pertanyaan baru: Bagaimana pandangan Islam terhadap taqlid (mengikuti secara buta)? Klik di sini untuk membaca jawaban. Artikel baru: Artikel “Sebuah ulasan buku Kembali ke Islam karya Mansur Hasyimi Khorasani” ditulis oleh “Sayyed Mohammad Sadeq Javadian” telah terbit. Klik di sini untuk membaca. Kunjungi beranda untuk membaca konten paling penting di situs web.
loading
Pelajaran
 
Pelajaran dari Yang Mulia tentang fakta bahwa bumi tidak pernah kosong dari seorang laki-laki yang memiliki pengetahuan menyeluruh tentang agama, yang telah Allah tunjuk sesuai dengan perintah-Nya.
Hadis-Hadis Sahih dari Nabi Tentangnya

Hadis No. 15

Setelah Nabi, ada para hawariyyun yang membimbing orang-orang kepada ajarannya dan mengikuti sunnahnya.

رَوَى مُسْلِمٌ [ت261هـ] فِي «صَحِيحِهِ»[1]، وَأَبُو عَوَانَةَ [ت316هـ] فِي «مُسْتَخْرَجِهِ»[2]، قَالَا: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ الصَّاغَانِيُّ، قَالَ: أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا الْحَارِثُ بْنُ فُضَيْلٍ الْخَطْمِيُّ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَكَمِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ، عَنْ أَبِي رَافِعٍ مَوْلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ:

مَا كَانَ مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا وَلَهُ حَوَارِيُّونَ يَهْدُونَ بِهَدْيِهِ وَيَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِهِ، ثُمَّ يَكُونُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ وَيَعْمَلُونَ مَا يُنْكِرُونَ، فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الْإِيمَانِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ.

Terjemahan:

Muslim [w. 261 H] dalam Sahihnya dan Abu Awanah [w. 316 H] dalam Mustakhrajnya meriwayatkan, (dengan bentuk seperti berikut) bahwa mereka berkata: Abu Bakar Saghani meriwayatkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Maryam memberi kabar kepada kami, dia berkata: Abdul Aziz bin Muhammad meriwayatkan kepada kami, dia berkata: Haritz bin Fadil Khatmi meriwayatkan kepada kami, dari Ja‘far bin Abdullah bin Hakam, dari Abdurrahman bin Miswar bin Makhramah, dari Abu Rafi‘ mantan budak Nabi (Shallallahu Alaihi Wa Alihi Wasallam), dari Abdullah bin Mas‘ud bahwa Nabi (Shallallahu Alaihi Wa Alihi Wasallam) bersabda:

Tidak ada seorang nabi pun kecuali dia memiliki para hawariyyun yang membimbing (orang-orang) kepada ajarannya dan mengikuti sunnahnya. Lalu setelah mereka, datang orang-orang yang mengatakan sesuatu yang tidak mereka lakukan dan melakukan sesuatu yang mereka anggap buruk. Maka siapa saja yang berjihad melawan mereka dengan tangannya, maka dia adalah orang yang beriman, dan siapa yang berjihad melawan mereka dengan lisannya, maka dia adalah orang yang beriman, dan siapa yang berjihad melawan mereka dengan hatinya, maka dia adalah orang yang beriman, dan tidak ada keimanan walau seberat biji sawi pada selain mereka.

Pertimbangan

قَالَ الْمَنْصُورُ حَفِظَهُ اللَّهُ تَعَالَى: هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ أَوْرَدَهُ ابْنُ حِبَّانَ [ت354هـ] فِي بَابِ «الْبَيَانِ بِأَنَّ الْأَنْبِيَاءَ كَانَ لَهُمْ حَوَارِيُّونَ يَهْدُونَ بِهَدْيِهِمْ مِنْ بَعْدِهِمْ»[3]، وَفِي بَعْضِ طُرُقِهِ: «قَالَ أَبُو رَافِعٍ: فَحَدَّثْتُهُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، فَأَنْكَرَهُ عَلَيَّ، فَقَدِمَ ابْنُ مَسْعُودٍ، فَنَزَلَ بِقَنَاةَ، فَاسْتَتْبَعَنِي إِلَيْهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ يَعُودُهُ، فَانْطَلَقْتُ مَعَهُ، فَلَمَّا جَلَسْنَا سَأَلْتُ ابْنَ مَسْعُودٍ عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ، فَحَدَّثَنِيهِ كَمَا حَدَّثْتُهُ ابْنَ عُمَرَ»[4]، وَرَوَى بَعْضَهُ عَطَاءُ بْنُ يَسَارٍ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، وَقَالَ: «فَحِينَ سَمِعْتُ الْحَدِيثَ مِنْهُ انْطَلَقْتُ بِهِ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ فَأَخْبَرْتُهُ، فَقَالَ: أَنْتَ سَمِعْتَ ابْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ هَذَا؟! كَالْمُدْخِلِ عَلَيْهِ فِي حَدِيثِهِ، قَالَ عَطَاءٌ: فَقُلْتُ: هُوَ مَرِيضٌ فَمَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَعُودَهُ؟ قَالَ: فَانْطَلِقْ بِنَا إِلَيْهِ، فَانْطَلَقَ وَانْطَلَقْتُ مَعَهُ، فَسَأَلَهُ عَنْ شَكْوَاهُ، ثُمَّ سَأَلَهُ عَنِ الْحَدِيثِ، قَالَ: فَخَرَجَ ابْنُ عُمَرَ وَهُوَ يُقَلِّبُ كَفَّهُ وَهُوَ يَقُولُ: مَا كَانَ ابْنُ أُمِّ عَبْدٍ يَكْذِبُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ»[5]، وَإِنَّمَا كَبُرَ الْحَدِيثُ عَلَى ابْنِ عُمَرَ لِأَنَّهُ كَانَ يَرَى السَّمْعَ وَالطَّاعَةَ لِأَئِمَّةِ الْجَوْرِ وَتَرْكَ الْخُرُوجِ عَلَيْهِمْ، كَمَا يَرَى هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ أَهْلُ السُّنَّةِ، وَالْحَدِيثُ صَرِيحٌ فِي جَوَازِ الْخُرُوجِ عَلَيْهِمْ وَفَضْلِهِ، كَمَا رَأَى الْحُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ عَلَيْهِمَا السَّلَامُ، وَالْمُرَادُ بِحَوَارِيِّي النَّبِيِّ أَوْصِيَاؤُهُ، وَقِيلَ: «الَّذِينَ يَصْلُحُونَ لِلْخِلَافَةِ بَعْدَهُ»، قَالَهُ قَتَادَةُ [ت117هـ][6]، وَقِيلَ: «صَفْوَتُهُ الَّذِينَ اصْطَفَاهُمْ»، قَالَهُ أَبُو عُبَيْدَةَ [ت209هـ][7]، وَهُمَا فِي مَعْنَى قَوْلِنَا؛ لِأَنَّ أَوْصِيَاءَ النَّبِيِّ هُمُ الَّذِينَ يَصْلُحُونَ لِلْخِلَافَةِ بَعْدَهُ، وَاصْطَفَاهُمْ، وَقِيلَ: «أَصْحَابُهُ»، وَلَيْسَ كَذَلِكَ؛ فَقَدْ كَانَ لِعِيسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ أَصْحَابٌ كَثِيرُونَ، وَمَا سُمِّيَ بِحَوَارِيِّيهِ إِلَّا الَّذِينَ اصْطَفَاهُمْ وَأَوْصَى إِلَيْهِمْ مِنْهُمْ، وَكَانُوا اثْنَيْ عَشَرَ رَجُلًا، وَكَذَلِكَ حَوَارِيُّو مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ.

Terjemahan:

Mansur (Hafizhahullah Ta‘ala) berkata: Ini adalah hadis sahih yang dibawakan oleh Ibnu Hibban [w. 354 H] dalam bab “Penjelasan bahwa para Nabi memiliki hawariyyun yang membimbing (orang-orang) kepada agamanya sepeninggalan mereka.” Dan dalam sebagian jalur sanadnya disebutkan: “Abu Rafi‘ berkata: ‘Aku meriwayatkannya kepada Abdullah bin Umar, tetapi dia tidak menerimanya dariku. Lalu datanglah Ibnu Mas‘ud dan menetap di Qanat[8]. Kemudian Abdullah bin Umar memintaku untuk menemaninya menjenguknya. Maka aku pun pergi bersamanya. Ketika kami duduk, aku bertanya kepada Ibnu Mas‘ud tentang hadis ini. Maka dia meriwayatkannya kepadaku sebagaimana aku meriwayatkannya kepada Ibnu ‘Umar.’” Selain itu, sebagian darinya diriwayatkan oleh ‘Ata’ bin Yasar dari Ibnu Mas‘ud dan dia berkata: “Ketika aku mendengar hadis itu darinya, aku pergi kepada Abdullah bin Umar untuk menyampaikannya, dan aku memberitahunya tentang hal itu. Maka dia berkata: ‘Apakah Engkau sendiri yang mendengar Ibnu Mas‘ud mengatakannya?!’ Seakan-akan dia meragukan hadisnya. ‘Ata’ berkata: Aku berkata: ‘Dia sedang sakit. Maka apa yang menghalangimu untuk menjenguknya?’ Dia berkata: ‘Mari kita pergi kepadanya.’ Maka dia pun berangkat dan aku pun menemaninya. Maka (ketika kami sampai) dia menanyakan tentang sakitnya dan kemudian tentang hadis tersebut. (‘Ata’) berkata: Maka Ibnu ‘Umar keluar sambil memalingkan tangannya (sebagai tanda keheranan) dan berkata: Ibnu Umm ‘Abd, yakni Ibnu Mas‘ud, tidak akan berdusta atas Rasulullah (Shallallahu Alaihi Wa Alihi Wasallam)!’” Dan sebab hadis itu terasa berat bagi Ibnu ‘Umar adalah karena dia meyakini kewajiban taat dan patuh kepada para imam yang zalim dan tidak diperbolehkannya memberontak terhadap mereka, sebagaimana orang-orang yang menganggap dirinya sebagai Ahlus Sunnah mempercayainya. Padahal hadis itu secara jelas menunjukkan bolehnya memberontak terhadap mereka dan keutamaannya, sebagaimana Husain bin Ali (AS) meyakininya. Dan yang dimaksud dengan para hawariyyun Nabi adalah para penerusnya. Dan telah dikatakan: “Orang-orang yang pantas menjadi khalifah setelahnya”, dan ini adalah pendapat Qatadah [w. 117 H]. Dan telah dikatakan: “Orang-orang suci yang dipilih olehnya”, dan ini adalah pendapat Abu ‘Ubaidah [w. 209 H]. Dan kedua pendapat ini sama dengan pendapat kami; karena para penerus Nabi adalah orang-orang yang pantas menjadi khalifah setelahnya dan beliau telah memilih mereka. Dan juga telah dikatakan: “(Mereka adalah) para sahabatnya.” Namun hal ini tidak tepat; karena Isa (Alaihis Salam) memiliki banyak sahabat, tetapi hanya orang-orang di antara mereka yang dia pilih dan dia wasiatkan yang disebut sebagai hawariyyun, dan mereka adalah dua belas orang laki-laki. Dan para hawariyyun Muḥammad (Shallallahu Alaihi Wa Alihi Wasallam) juga sama seperti itu.

Penguat

وَرَوَى الْبُخَارِيُّ [ت256هـ] فِي «تَارِيخِهِ الْكَبِيرِ»[9]، قَالَ: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ مِهْرَانَ، قَالَ: حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ مَخْلَدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ، عَنْ شَرِيكِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي نَمِرٍ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عَمْرِو بْنِ سَعِيدِ بْنِ الْعَاصِ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ يَعْنِي ابْنَ أَبِي رَافِعٍ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ: «مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلَّا لَهُ حَوَارِيُّونَ»، فَذَكَرَ الْخُلَفَاءَ.

Terjemahan:

Selain itu, Bukhari [w. 256 H] meriwayatkan dalam kitab al-Tarikh al-Kabir, dia berkata: Muḥammad bin Mihran meriwayatkan kepadaku, dia berkata: Khalid bin Makhlad meriwayatkan kepada kami, dia berkata: Sulaiman meriwayatkan kepada kami, dari Sharik bin Abdullah bin Abi Namir, dari Ismail bin Amr bin Sa‘id bin al-‘As, dari Ubaidullah, yaitu Ibnu Abi Rafi‘, dari Ibnu Mas‘ud bahwa Nabi (Shallallahu Alaihi Wa Alihi Wasallam) bersabda: “Allah tidak mengutus seorang nabi kecuali Dia memiliki para hawariyyun.” Lalu dia menyebutkan para khalifah.

↑[1] . Sahih Muslim, vol. 1, hal. 51
↑[2] . Mustakhraj Abi Awanah, vol. 1, hal. 285
↑[3] . Sahih Ibnu Hibban, vol. 4, hal. 95
↑[4] . Al-Tarikh al-Kabir oleh al-Bukhari (dengan komentar Mahmoud Khalil), vol. 5, hal. 348; Sahih Muslim, vol. 1, hal. 50; Mustakhraj Abi Awanah, vol. 1, hal. 290; al-Iman oleh Ibnu Mandah, vol. 1, hal. 345
↑[5] . Sahih Ibnu Hibban, vol. 5, hal. 128
↑[6] . Lihat Tafsir at-Tabari, vol. 5, hal. 443; Tafsir Ibnu al-Mundhir, vol. 1, hal. 216; Tafsir Ibnu Abi Hatim, vol. 2, hal. 659; Tafsir al-Tha‘labi, vol. 3, hal. 78; Tafsir al-Baghawi, vol. 1, hal. 444; Matali‘ al-Anwar Ala Sihah al-Athar oleh Ibnu Qarqul, vol. 2, hal. 363; Siyanah Sahih Muslim oleh Ibnu al-Salah, hal. 207; Sharh al-Nawawi Ala Muslim, vol. 2, hal. 28; Sharh al-Suyuti Ala Muslim, vol. 1, hal. 67.
↑[7] . Lihat Majaz al-Quran oleh Abu Ubaidah, vol. 1, hal. 95.
↑[8] . Sebuah tempat di Madinah.
↑[9] . Al-Tarikh al-Kabir oleh al-Bukhari (dengan komentar Mahmoud Khalil), vol. 1, hal. 368
Bagikan
Bagikan konten ini dengan teman-teman Anda untuk membantu menyebarkan pengetahuan; memberi tahu orang lain tentang pengetahuan ini merupakan bentuk ucapan terima kasih.
Email
Telegram
Facebook
Twitter
Anda juga bisa membaca konten ini dalam bahasa berikut ini:
Jika Anda fasih dalam bahasa lain, terjemahkan konten ini ke bahasa tersebut dan kirimkan terjemahan Anda kepada kami untuk diterbitkan di situs web. [Formulir Terjemahan]