Selasa, 25 November 2025 / 4 Jumadil Akhir 1447 H
Mansur Hasyimi Khorasani
 Surat baru: Beberapa kutipan surat yang ditulis oleh Yang Terhormat yang berisi celaan terhadap para penguasa zalim yang mengaku memiliki kewenangan keagamaan, serta para pengikut mereka. Klik di sini untuk membaca. Ucapan baru: Dua belas ucapan dari Yang Terhormat terkait fakta bahwa hujjah hanyalah Kitab Allah dan Khalifah-Nya di bumi, bukan pendapat dan bukan pula riwayat. Klik di sini untuk membaca. Pelajaran baru: Pelajaran dari Yang Mulia tentang fakta bahwa bumi tidak pernah kosong dari seorang laki-laki yang memiliki pengetahuan menyeluruh tentang agama, yang telah Allah tunjuk sebagai khalifah, imam, dan pembimbing di atasnya sesuai dengan perintah-Nya; Ayat-ayat Al Qur’an tentangnya; Ayat no. 16. Klik di sini untuk membaca. Kunjungi beranda untuk membaca konten paling penting di situs web. Pertanyaan baru: Bagaimana pandangan Islam terhadap taqlid (mengikuti secara buta)? Klik di sini untuk membaca jawaban. Artikel baru: Artikel “Sebuah ulasan buku Kembali ke Islam karya Mansur Hasyimi Khorasani” ditulis oleh “Sayyed Mohammad Sadeq Javadian” telah terbit. Klik di sini untuk membaca. Kunjungi beranda untuk membaca konten paling penting di situs web.
loading

Selain itu, Allah telah membuat kecintaan kepada mereka sebagai kewajiban dalam Islam dan secara tegas telah berfirman: ﴿قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى ۗ وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ[1]; “Katakanlah: ‘Aku tidak meminta kepada kalian suatu imbalan kecuali kecintaan kepada keluarga dekatku.’ Dan barang siapa melakukan kebaikan, Kami akan menambahkan kebaikan padanya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”[2] Hal ini terjadi padahal, sungguh, kewajiban mencintai mereka, yang telah disepakati oleh umat Muslim, bersumber dari kesucian mereka dari segala bentuk ketidaksucian; mengingat bahwa Allah telah melarang mencintai musuh-musuh-Nya dan musuh-musuh umat Muslim, dengan berfirman: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ[3]; “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian menjadikan musuh-Ku dan musuh kalian sebagai pelindung, yang kalian limpahkan kepada mereka kasih sayang”,

↑[1] . Asy-Syura/ 23
↑[2] . Ini adalah makna yang paling jelas dan paling tepat dari ayat tersebut, dan merupakan pandangan dari Ahlulbait, Sa‘id bin Jubair, Amr bin Shu‘aib, al-Suddi, dan yang lainnya (lihat Sunan Sa‘id bin Mansur, Takmilah al-Tafsir, vol. 7, hal. 255; al-Dhurriyyah al-Tahirah oleh al-Dulabi, hal. 74; Tafsir al-Tabari, vol. 21, hal. 528; al-Mustadrak Ala al-Sahihain oleh al-Hakim, vol. 3, hal. 188; Tafsir al-Tha‘labi, vol. 8, hal. 37 dan 310; Tafsir al-Mawardi, vol. 5, hal. 202; Tafsir al-Baghawi, vol. 4, hal. 144; al-Kashshaf oleh al-Zamakhshari, vol. 4, hal. 219; Ahkam al-Quran oleh Ibnu al-Arabi, vol. 3, hal. 190; Tafsir al-Razi, vol. 27, hal. 594; Umdah al-Qari oleh al-Ayni, vol. 16, hal. 71; vol. 19, hal. 157). Telah diriwayatkan dari Nabi (Shallallahu Alaihi Wa Alihi Wasallam) sesuatu yang menunjukkan bahwa inilah makna yang dimaksud (lihat Faḍa’il al-Ṣaḥabah oleh Aḥmad bin Ḥanbal, vol. 2, hal. 669; Tafsir Ibnu Abi Ḥatim, vol. 10, hal. 3276; al-Mu‘jam al-Kabir oleh al-Ṭabarani, vol. 11, hal. 444, vol. 12, hal. 33; al-Tafsir al-Wasiṭ oleh al-Waḥidi, vol. 4, hal. 52). Pendapat lain, bagi mereka yang tidak membedakan antara masa jahiliah dan Islam, maksud ayat ini adalah: “Katakanlah: ‘Aku tidak meminta imbalan apa pun dari kalian kecuali bahwa kalian mencintaiku karena hubungan kekerabatan antara aku dan kalian, jika kalian tidak mempercayai kenabianku.” Pendapat ini sangat lemah. Bahkan, tidak dapat dipertahankan sama sekali, karena bertentangan dengan Kitab Allah; sebab Allah telah melarang, dalam banyak ayat, untuk mencintai para pelaku kebatilan dan orang-orang kriminal, bahkan jika mereka adalah kerabat. Oleh karena itu, tidak mungkin bahwa Allah akan memerintahkan manusia untuk mencintai seseorang yang mengaku sebagai nabi hanya karena hubungan kekerabatannya dengan mereka. Kecintaan semacam itu jelas merupakan bentuk fanatisme kesukuan jahiliah. Ada pula pandangan-pandangan lain, yang semuanya jauh dari makna lahiriah dan konteks ayat, serta tidak dapat diterima secara tekstual.
↑[3] . Al-Mumtahanah/ 1