Selain itu, Allah telah membuat kecintaan kepada mereka sebagai kewajiban dalam Islam dan secara tegas telah berfirman: ﴿قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى ۗ وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ﴾[1]; “Katakanlah: ‘Aku tidak meminta kepada kalian suatu imbalan kecuali kecintaan kepada keluarga dekatku.’ Dan barang siapa melakukan kebaikan, Kami akan menambahkan kebaikan padanya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”[2] Hal ini terjadi padahal, sungguh, kewajiban mencintai mereka, yang telah disepakati oleh umat Muslim, bersumber dari kesucian mereka dari segala bentuk ketidaksucian; mengingat bahwa Allah telah melarang mencintai musuh-musuh-Nya dan musuh-musuh umat Muslim, dengan berfirman: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ﴾[3]; “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian menjadikan musuh-Ku dan musuh kalian sebagai pelindung, yang kalian limpahkan kepada mereka kasih sayang”,
